Onnews // Aceh Timur – kejadian kontroversial terjadi dalam ajang Popda Aceh XVII 2024 di Aceh Timur pada Selasa pagi, 9 Juli 2024. Seorang manager tim dengan inisial (SL) diketahui melakukan intervensi terhadap para wasit, yang seharusnya tunduk pada aturan yang melarang mereka untuk berinteraksi dengan manajer tim, atlet, pelatih, dan official.
Menurut aturan yang ditetapkan oleh World Karate Federation (WKF) poin 3.6, wasit atau juri yang menggunakan seragam lengkap seperti jas, kemeja putih, celana panjang, dan dasi merah resmi.
Mereka tidak diperbolehkan untuk berfoto atau berinteraksi dengan pihak-pihak terkait. Namun, tindakan intervensi yang dilakukan oleh (SL) terhadap para wasit juri menimbulkan kekhawatiran akan netralitas dan objektivitas dalam penilaian pertandingan karate.
Ironisnya, meskipun Aceh Timur ditunjuk sebagai tuan rumah Popda XVII Tahun 2024, tidak ada satupun wasit yang bertugas dalam ajang tersebut. Padahal, Aceh Timur memiliki kader wasit yang telah berlisensi nasional. Selain itu, Federasi Olahraga Karate Indonesia (FORKI) Aceh Timur telah mengadopsi standar penilaian berteknologi tinggi, namun sayangnya, sistem penilaian yang telah diterapkan belum digunakan dalam ajang Popda tingkat provinsi.
Kontroversi ini menyoroti pentingnya menjaga integritas dan netralitas dalam dunia olahraga, terutama dalam penilaian pertandingan yang mempengaruhi hasil akhir. Keputusan dan tindakan yang diambil oleh pihak terkait harus selalu mengutamakan keadilan dan profesionalisme demi menjaga kepercayaan seluruh pihak yang terlibat dalam ajang olahraga.
Seorang narasumber yang enggan disebutkan namanya menyatakan, “Intervensi yang dilakukan oleh manager terhadap para wasit jelas melanggar aturan yang telah ditetapkan. Hal ini dapat merusak integritas dan kepercayaan dalam dunia karate. Penting bagi semua pihak terkait untuk menghormati aturan yang ada demi menjaga keadilan dalam setiap pertandingan.
Discussion about this post