BeritaOnenenews- Lhoukseumawe – Kejadian yang menimpa Niki Ramadhani, seorang Pedagang Kaki Lima (PKL) handphone seken (bekas) di Jalan Pasar Los, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe mengaku jadi korban pengeroyokan sejumlah oknum Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) kota setempat pada Senin, 24 Juli 2023 malam silam.
Dalam keterangannya, Niki Ramadhani mengaku, peristiwa pengeroyokan itu terjadi saat dirinya dan sejumlah PKL yang berjualan handphone bekas di Pasar Los, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe.
Padahal jauh jauh hari Menteri Dalam Negeri ( Mendagri ) Tito Karnavian meminta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) tidak bertindak layaknya preman ke masyarakat.
“Jangan samakan Satpol PP dengan preman. Ini baju saja yang keren, tapi etika dan perilaku seperti preman, tidak boleh terjadi. Satpol PP ini adalah suatu profesi yang mulia, profesi yang disegani, yang diperlukan masyarakat,” ungkap Tito saat memberikan pengarahan secara langsung (briefing) kepada Kepala Satpol PP provinsi dan kab/kota seluruh Indonesia secara virtual, beberapa waktu lalu.
Menanggapi hal tersebut Mahasiswa Magister Hukum Universitas Malikussaleh yang juga masyarakat Kota Lhokseumawe, Muhammad Adam menyesali adanya tindakan represif yang dilakukan oleh pihak Satpol PP Kota Lhokseumawe.
“Penegakan aturan oleh Satpol PP, terdapat tahapan yang perlu ditempuh. Upaya persuasif dan sosialisasi merupakan tahapan awal, sementara yang dilakukan oleh Satpol PP Kota Lhokseumawe sangat jauh dari kata humanis, manusiawi dan santun” ujar Adam.
Kendati demikian, lanjut Adam, ia menegaskan tidak perlu menggunakan kekuatan yang berlebih-lebihan saat bertugas.
“Kejadian pada 24 Juli 2023 saat penertiban PKL di Kota Lhokseumawe menjelaskan secara jelas kacaunya SDM Satpol PP Lhokseumawe di bawah kepemimpinan Heri Maulana, juga patut dipertanyakan, apa argumentasi hukum Satpol-pp Lhokseumawe menggunakan kekuatan Masyarakat Umum untuk menjadi bagian dari penertiban atau penggusuran?” lanjut Adam.
Adam menegaskan bahwa petugas Satpol PP sejak awal tidak disiapkan untuk betugas sebagai preman.
“Penertiban/Penggusuran itu merupakan tindakan hukum, berarti aparat yang berwenang juga harus diperbolehkan secara hukum untuk melakukan penggusuran, tidak boleh sembarangan, apalagi masyarakat umum, jika masyarakat sudah diberikan kewenangan untuk bersikap super power dibandingkan masyarakat lain, jika ada konflik sosial antara masyarakat apakah bisa dipertanggungjawabkan?” tegasnya.
Oleh karena itu, Adam menilai sahabat satpol-pp dalam melakukan penggusuran kuranglah tepat karena tidak ada satu aturan apapun yang melegalkan hal tersebut.
“Kebijakan tersebut sangatlah berbahaya karena Siapa saja bisa sewenang-wenang kedepan dan menyebabkan Lhokseumawe menjadi kota premanisme juga sangatlah miris jika Tubuh Satpol PP Lhokseumawe era Pj Walikota Imran digerogoti premanisme” tutup Adam.
Discussion about this post